Sabtu, 31 Agustus 2013

Koleksi Keranji (2): Kr.Ar02

Naskah berbahasa Arab, ditulis dengan khaṭṭ Naskh, ditulis di atas kertas Gedog, 29x21cm-19,6x11,9cm, 21 baris/folio, 296 halaman muka.

Salinan lengkap naskah di bidang Fiqih dengan judul Manhaj al-Qawīm (hādhā ākhiru mā aradtu taswīdū ‘alā hādhā al-mukhtaṣar... 144b). Penyalin menemukan beberapa naskah lain yang panjangnya hanya setengah dari naskah ini, tetapi naskah yang disalin ini dianggap sebagai naskah yang paling layak untuk dislain. Informasi tentang penulis kitab ini dicantumkan dengan jelas di kolofon di bagian akhir kitab ini (145a). Di Kolofon tersebut disebutkan bahwa Manhaj al-Qawim ditulis oleh Shihāb al-Dīn ibn ajar (Aḥmad b. Muḥammad ibn Ḥajar al-Haytamī) (d. 974/1566) yang merupakan sharḥ dari Al-Muqaddima al-Ḥaḍramiyya of ‘Abd Allāh b. ‘Abd al-Raḥmān Bā Faḍl al-Ḥaḍramī (d. 1367) sebagaimana tercantum dalam pembukaan naskah ini (2b). Sayangnya kolofon naskah ini tidak mencantumkan identitas penyalinnya. Naskah ini dimulai dengan kalimat “…faqad sa’alanī ba‘ḍ al-‘ulamā’i an aḍa‘a sharḥan laṭīfan ‘alā…, 2b,” dan diakhiri dengan kalimat “…tammat hādhā al-kitāb al-musammā bi Manhaj al-Qawīm bi sharḥ al-masā’il…,145a.”

Kitāb Al-Muqaddima al-Ḥaḍramiyya merupakan salah satu kitab Fiqih yang banyak dibaca di kalangan pesantren. Setiap kata Bāb yang menjadi kata pembuka bagi pokok bahasan baru, dan Faṣl untup sub pokok bahasan baru ditulis dengan tinta merah dengan model tulisan yang unik ,






dan









Sebagaimana, kitab fiqih lainnya, dimulai dengan membahas bāb al-Ṭahāra (4b), jenis-jenis najis dan cara menghilangkannya (23b), Tayammum (25b), Ṣalāt (30b), dan pokok bahasan lainnya dalam kitāb fiqh. Kemudian diakhiri dengan pembahasan tentang larangan menyemir rambut dengan warna hitam (144a) yang sebelumnya membahas tentang ibadah kurban (al-uḍḥiyya).

Naskah ini sebagian diberi harakat sebagian lainnya tidak diberi harakat, juga memiliki jenggotan dalam bahasa Jawa (Pegon) dan juga memiliki beberapa catatan pinggir dalam bahasa Arab. Catatan pinggir ditulis dengan khaṭṭ Ruq‘a sedangkan naskah utama ditulis dengan khaṭṭ Naskh. Naskah al-Muqaddima karya Bā Fal al-aramī ditulis dengan tinta berwarna merah, sedangkan naskah Manhaj al-Qawīm ditulis dalam tinta hitam. Seiring dengan usia naskah, beberapa bagian tinta di Naskah ini, terutama bagian yang ditulis dengan tinta merah, mulai memudar Naskah ini selesai disalin pada tanggal 4 Ramaḍān 1271/20 May 1855.Salah satu isi dari catatan pinggir adalah buku yang dijadikan rujukan dalam menjelaskan lebih lanjut isi dari teks utama (al-matn).

Sumber: GAL. II, 389(26); MIPES: Kr.Ar01(1), Cpr.Ar06(1); Supp. Cat. Batavia, no. 476.

































Bagian akhir dari Manhaj al-Qawīm
Kr.Ar02_f. 144b.


Surabaya, 1 September 2013
Amiq Ahyad

Jumat, 30 Agustus 2013

Watermark (Tanda Air) dan Manuskrip Islam

Salah satu aspek kodikologis dari sebuah manuskrip yang kurang diperhatikan seorang peneliti adalah aspek watermark yang terdapat di kertas yang dipergunakan untuk menulis. Untuk kasus manuskrip Islam Pesantren, memang tidak semua kertas yang dipergunakan untuk menulis naskah memiliki watermark (cap  air), sebab paling tidak terdapat tiga jenis kertas yang dipergunakan untuk menulis. Pertama adalah Kertas Eropa; kedua Kertas Lokal dan yang ketiga adalah Kertas Gedog. Pada kertas  jenis pertama saja kita bisa menemukan tanda air yang dimaksud. Sedangkan pada jenis kertas kedua dan ketiga, biasanya cap air tidak bisa kita temukan. Memang pemberian cap air pada proses pembuatan kertas lokal belum menjadi tradisi di kalangan produsen kertas pada abad ke delapan belas hingga abad kedua puluh.

Melihat cap air pada sebuah kertas dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Cap air hanya bisa dilihat dibalik sumber cahaya. Buka lah satu halaman manuskrip yang ditulis di atas kertas Eropa kemudian letakkan membelakangi sumber cahaya seperti matahari maupun lampu listrik, maka akan tampak gambar putih transparan yang dikenal dengan istilah watermark (tanda air).

Tanda air merupakan identitas yang diberikan produsen kertas di Eropa. Tanda ini menjadi petunjuk tentang umur sebuah kertas, dan nama serta negara mana yang menjadi produsen kertas tersebut. Di saat kita tidak memperoleh informasi kesejarah sebuah naskah yang kita anggap sangat penting maka informasi yang diberikan lewat cap air menjadi informasi yang mungkin saja sangat membantu. Cap air bisa dipergunakan untuk membatu merekonstruksi sejarah perdagangan kertas di sebuah wilayah pada kurun waktu tertentu. Tentu saja untuk menyimpulkan hal tersebut kita membutuhkan korpus cap air dalam jumlah yang cukup banyak.


































Sebagai bacaan paling tidak terdapat empat bacaan yang bisa dirujuk saat kita merokonstruksi cap air yang terdapat pada kertas yang dipergunakan untuk menulis manuskrip Islam Pesantren. Tentu saja masih banyak buku lainnya yang bisa dirujuk.

1. Henk Voorn, De papiermolens in de provincie Zuid-Holland, alsmede in Zeeland, Utrecht, Noord-Brabant, Groningen, Friesland, DrentheWormerveer : Meijer,, 1973.
2. Henk Voorn, Het papier in voormalig Nederlands Oost-Indië : een historisch-bibliografische studie, Leiden : Papierwereld, 1978.
3. Edward Heawood, Historical review of watermarks, Amsterdam : Swets & Zeitlinger, 1950.
4. Edward Heawoo, Watermarks, mainly of the 17th and 18th centuries, Hilversum : The Paper Publications Society, 1950.

Pengumpulan korpus cap kertas yang terdapat pada kertas yang dipergunakan untuk menulis Manuskrip di masa mendatang akan merupakan sumbangan penting bagi kajian terhadap peradapan pesantren. Pengumpulan ini dapat dimulai dengan cara yang sederhana dari pengajar Filologi maupun Kodikologi Islam untuk mengeksplore bersama mahasiswa cap air yang terdapat dalam manuskrip Islam yang mencadi kajiannya. Sinegi bersama para pengajar di IAIN/UIN di seluruh Indonesia akan menjadi gerakan yang dahsyat bagi kajian di bidang ini di masa mendatang. Akhirna memang harus ada yang memulai. IAIN Sunan Ampel akan memulai langkah kecil semoga dimasa mendatang akan ada yang bersinergi untuk kemajuan kajian peradaban Islam Pesantren.




































Surabaya, 30 Agustus 2013
Amiq Ahyad

Sabtu, 24 Agustus 2013

The Keranji Collection: Kr.Ar01

Kr.Ar001-12 merupakan koleksi Pondok Pesantren Tarbiyat al-Ṭalaba, Keranji, Lamongan

Kr.Ar01
Kodeks ini terdiri dari empat buah naskah, ditulis dalam aksara Arab, bahasa Arab, ditulis dengan khaṭṭ jenis Naskh, ditulis dengan menggunakan kertas gedog. 30,3x20,7cm, Kodeks ini terdiri dari 384 halaman.

(1)   Hal. 1a-169a; 30,3x20,7cm-18,5x12cm, 19 baris /folio. Salinan lengkap dari Manhaj al-Qawīm karya Aḥmad b. Muḥammad ibn Ḥajar al-Haytamī (1504-1567), sharḥ dari Al-Muqaddima al-Ḥaḍramiyya tulisan ‘Abd Allāh b. ‘Abd al-Raḥmān Bā Faḍl al-Ḥaḍramī (w. 1367). Naskah ini diberi harakat secara detil di halaman-halaman pertama, tapi mulai halaman 68b, naskah ini tidak lgi diberi harakat. Naskah ini mulai ditulis pada malam Jum’at (waktu Maghrib) 7 Ramaān 1264 H/7 Agustus 1839 dan selesai ditulis pada waktu uḥā, hari Jum’at 2 Rabī‘ al-Awwal 1265/ 27 Januari 1840. sebagaimana tercantum di kolofonnya (169a). Selain tanggal penulisan naskah ini, kolofon juga memberi informasi tentang judul naskah ini. Naskah ini dan berasal dari desa Banjar Anyar, Paciran. Kedua teks dibedakan dengan melakukan rubrikasi. Teks Al-Muqaddima al-Ḥaḍramiyya ditulis dengan tinta merah sedangkan teks Manhaj al-Qawīm  ditulis dengan tinta hitam.
Teks ini diawali dengan kalimat “.. Al-ḥamd li Allāh ḥamdan yuwāfī ni‘amihi wa yukāfī mazīdah…, (hal. 3b)” dan diakhiri dengan “..tamma hādhā al-kitāb al-musammā bi Manhaj al-Qawīm…, f.169a.”
Catatan pinggir yang ada pada naskah ini, tidak hanya merupakan komentar atas naskah utama (al-matan) tetapi juga buku yang dijadikan rujukan. Buku rujukan seringkali diletakkan di akhir komentar. Sebagai contoh, pada catatan pinggir terdapat penjelasan tentang apa yang seharusnya dilakukan seorang pengumandang adhan ṣalat Jum’at apabila sang khatib telah selelesai nenyampaikan khutbah Jum’at. Penjelasan tersebut merujuk pada kitab Nihāyat al-Muḥtāj (hal. 94b) dan masih banyak contol sejenis te halaman halaman berikutnya.
Sebagaimana kitab Fiqih lainnya, kitab Al-Muqaddima al-aramiyya diawali dengan pembahasan tentang Ṭahāra (5b). Sedangkan kitab ini berakhir dengan membahas persoalan ‘Aqīqah (167b).
Sumber: GAL. II, 389(26); MIPES: Kr.Ar02, Cpr.Ar06(1); Supp. Cat. Batavia, no. 476.





















Manhaj al-Qawīm
Kr.Ar01(1)_f. 169a.


(2)   ff. 169b-171a; 30,3x20,7cm-18,5x12cm, 19 baris/folio. Salinan dari Fatḥ al-Raḥmān bi Sharḥ Risālat al-Walī Raslān  by Zakariyyā b. Muḥammad al-Anṣārī (d. 926/1520). Kitab ini merupakan sharḥ dari Risālat al-Tawḥīd by Raslān b. Ya‘qūb b. ‘Abd al-Raḥmān al-Ja‘farī al-Dimasqī (d. c. 695/1296). Bagian pertama dari kitab ini sepertinya tidak sempat tersalin, tapi bagian dari naskah ini membahas tentang al-shirk al-khafī (shirk tersembunyi). Naskah ini dibuka dengan “..fa i‘lam anna kullaka shirk khafī…,f. 169b” dan ditutup dengan “tammat wa Allāh a‘lam hādha al-kitāb al-musammā bi Fatḥ al-Raḥmān, f. 170b.” Naskah ini diberi harakat secara jeli dan dipenuhi dengan jenggotan dalam bahasa Jawa (Pegon) dan beberapa catatan pinggir dalam bahasa Arab. Kitab Fatḥ al-Rahmān adalah salah satu kitab Uṣūl al-Dīn yang cukup terkenal dan diperkirakan dipelajari dilingkungan pondok pesantren di pulau Jawa. Paling tidak terdapat tiga buah naskah yang sama tersimpan di dua tempat: dua salinan di Keranji dan satu salinan di Langitan.
Sumber: Ali Hasjmy: 155/Th/16/YPAH/2005; Ahlwardt, no. 2427; CMH. No. 726; GAL. I, 452; Handlist, p. 80, 319; Inventory: VI: 5690(8), 5735(25), VIII: 7030(9), 7049(1), 7054(10), 7354(1); MIPES: Lang.Ar21(2), incomplete copy: Kr.Ar13(12); Supp. Cat. Batavia, 204-207.





















Halaman pertama dari Fatḥ al-Raḥmān
Kr.Ar01(2)_f. 169b.

(3)   ff. 171b-182a; 30,3x20,7cm-25x13cm, 27 baris/folio. Salinan dari ‘Umdat al-Ansāb al-Anbiyā’, anonym, sebuah risalah tentang sejarah geneologi para nabi.  Menurut Voorhoeve, risalah singkat ini merupakan ringkasan dari naskah berbahasa Persi yang berjudul Rawḍat al-Aḥbāb, al-mu‘raba min kitāb Rawḍat al-Aḥbāb, karya ‘Aṭā’ Allāh b. Faḍl Allāh b. Aḥmad al-Nasafī (926/1520). Diawali dengan “… bi ism Allāh al-Raḥmān al-Raḥīm ‘alā mā an‘ama wa ‘allama min al-bayān…, f. 171b,” dan diakhiri dengan kalimat “tammat al-risāla al-musammāt bi ‘Umdat al-Ansāb al-Anbiyā’…,(179b.)” di awali dengan sejarah singkat Nabi Adam dan diakhiri dengan geneologi nabi Muhammad. Naskah ini selesai disalin pada tanggal 17 Shawwal tahun Bā’ yang bertepatan dengan tahun 1280 H/26 Maret 1864 M. Naskah ini tidak memiliki harakat dengan sedikit catatan yang ada di pinggir halaman juga sedikit jenggotan.
Sumber:  Handlist, p. 386; Inventory IX: 8399(7); Supp. Cat. Batavia, no. 527.






















Halaman akhir dari ‘Umdat al-Ansāb
Kr.Ar01(3)_f. 179b.


(4)   ff. 182b-192b. 30,3x20,7cm-18,5x13cm, 19 baris/folio. Rislah singat di bidang fiqih khusus tentang Arkān al-Nikāḥ (Rukun Pernikahan), tidak diketahui siapa yang menyusun risalah ini. Sebagian dari naskah ini diberi harakat, dan memiliki catatan di pinggir halaman, Nasakh ini menjelaskan rukun perkawinan yang terdiri dari lima hal: pertama, ṣīgha atau janji pernikahan; kedua, wali; ketiga dan keempat kedua mempelai perempuan dan pria; kelima adalah dua orang saksi (182b). Risalah singkat ini diakhiri dengan problem menikahi perempuan yang hamil karena zina yang diperbolehkan untuk dilakukannya (188a). Naskah ini dibuka dengan kalimat al-nikāḥ khamsat arkān…(182b,)” dan ditutup dengan “thumma ‘āda Allāh fīhimā fawran qarḍa‘atāni…,(188a.)” Sumber: Ahlwardt, no. 4681; GAL. II, 628; Handlist, p. 23; Inventory. II: 1255(2), VI: 7520(6), VIII: 7170(1).





















Salinan Arkān al-Nikāḥ

Kr.Ar01(4)_f. 188a.

Surabaya, 25 Agustus 2013
Amiq Ahyad

Senin, 19 Agustus 2013

Katalog Manuskrip Islam Pesantren (3): Metodologi.

Sebelum saya memulai untuk memaparkan Katalog Manuskrip Islam Pesantren, saya akan paparkan presedur yang telah saya lakukan dalam menyusun katalog ini. Prosedur tersebut merupakan proses belajar yang saya lakukan sewaktu memperoleh kesempatan belajar di Universitas Leiden Belanda, selama lima tahun. Bimbingan yang saya peroleh dari Prof. Witkam selama menjadi mahasiswanya menjadi pengalaman akademis yang membekas dan sulit terhapus.

Untuk menyusun sebuah katalog yang terdiri dari ratusan teks (judul) seseorang akan mengadapi pada sebuah problem konsistensi penulisan, seperti konsistensi penulisan nama penulis, penyalin, judul naskah. Tentu saja untuk menghindari kompleksitas persoalan konsistensi, seseorang bisa mengabaikan pilihan untuk mengabaikan tuntutan konsistensi dalam penulisan. Tetapi yang terjadi adalah ketidak-nyamanan pembaca dalam membaca katalog yang akan kita terbitkan.

Sebuah koleksi seringkali memilik beberapa teks yang memiliki judul, pengarang, penyalin yang sama. Untuk kasus seperti inilah konsistensi penulisan amat diperlukan. Kerumitan konsistensi penulisan ini dapat dicarikan solusi dengan membuat sebuah master file. Master file ini kita buat dalam sebuah dokumen tersendiri yang berisi informasi standart tentang teks yang akan kita jelaskan. Sebagai contoh: Katalog MIPES memiliki beberapa teks dengan judul Al-‘Awāmil karya Al-Jurjānī yang merupakan slah satu kitab favorit untuk pengajaran di bidang ilmu Nahw di lingkungan pondok pesantren sekitar abad ke 18-20.Ketidak konsistenan kita dalam menulisan data kodikologis maupun data filologis mungkin saja terjadi bila kita memiliki naskah Al-‘Awāmil dalam jumlah yang lebih dari sepuluh buah. Master file yang akan kita buat akan memudahkan untuk seseorang untuk tetap konsisten dalam memberikan data dari naskah yang akan kita paparkan. Data yang ada dalam master file tersebut kemudian dapat kita salin di tempat yang kita inginkan.

Inkonsistesi kedua yang seringkali terjadi di katalog yang telah diterbitkan adalah dalam hal sistem alih tulisan (transliterasi). Kita bisa memilih salah satu sistem transliterasi yang tersedia yang kita inginkan. Tidak ada sistem translitersi yang lebih baik dari sistem lainnya. Sistem transliterasi merupakan konvensi yang ditentukan oleh sebuah lembaga ilmiah, atau wilayah secara arbiter. Menurut saya, sistem translitersi yang baik adalah bila kita menerapkan secara konsisten dalam penulisan kita dan sistem tersebut lazim dipergunakan minimal di percetakan yang akan menerbitkan katalog kita. Sistem transliterasi ini diperlukan sebab Manuskrip yang akan kita sajikan adalah beraksara Arab, sedangkan pembaca kita mungkin saja tidak terlalu akrab dengan aksara Arab, sehingga sistem transliterasi menjadi sangat membantu bila tulisan kita berorientasi pada pembaca. Lembaga kerja sama Indonesia-Belanda untuk kajian Islam (INIS) pernah menerbitkan sebuah buku khusus tentang berbagai sistem transliterasi yang ada dan dipergunakan di berbagai lembaga ilmiah di dunia. Kita bisa memilih salah satu dari sistem tersebut dan menerapkannya secara konsisten dalam katalog yang akan kita terbitkan.

Seperti yang saya jelaskan sebelumnya bahwa slah satu problem penyusunan sebuah katalog adalah memberikan data filologis. Sebaiknya penyusun katalog meminimalkan interpretasinya dalam memberikan data filologis. Tapi justru dari sinilah problematika penyusunan sebuah katalog bermula. Pada banyak kasus, naskah yang kita temukan tidak memiliki informasi yang memadai untuk kita dalam memberikan data filologis yang rinci. Hal ini seringkali penyalin tidak sempat mencantumkan judul naskah yang disalin, atau hanya memberikan judul sesuai dengan nama yang lazim dikenal oleh masyarakat setempat dimana naskah tersebut disalin. Kitab Umm al-Barāhīn karya Yūsuf Al-Sanūsī, umpamanya, di kalangan santri Jawa pada abad ke 18-20 seringkali disebut al-Durra. Selain itu seringakali naskah yang kita temukan tidak dalam keadaan lengkap. Ada yang hilang bagian awalnya, ada yang hilang bagian akhirnya atau bahkan yang tersisa hanya bagian tengahnya. Untuk itu identifikasi kalimat pertama yang ada, biasanya setelah ungkapan doksologi (kalimat taḥmīd dan pujian kepada Allah dan ṣalawat kepada kanjeng nabi Muhammad) tidak jarang menjadi petunjuk penting untuk memberikan data filologis yang kita inginkan.

Pada bagian sebelumnya saya juga telah menyebutkan beberapa rujukan yang bisa membantu kita untuk memberikan data filologis. Kesemuanya adalah sebagian dari sekian banyak literatur yang bisa dipertimbangkan untuk dirujuk saat akan menyusun katalog koleksi manuskrip beraksara Arab. Tentu saja masih banyak katalog manuskrip beraksara Arab yang bisa dijadikan rujukan. Dengan membandingkan informasi yang kita miliki dengan informasi sejenis di beberapa literatur tersebut di atas kita akan menghindari dari memberikan data filologis imajiner (panthom information) dari naskah yang hendak kita susun. Sedapat mungkin kita meminimalkan tingkat interpretasi kita terhadap sebuah naskah dan membiarkan naskah tersebut berbicara dengan bahasanya sendiri.

Salah satu cara konvensional yang juga layak untuk dipertimbangkan adalah dengan mencatat data dengan menggunakan kartu katalog. Kartu yang memili dua sisi dapat dipergunakan sebagai berikut. Sisi depan bisa dipergunakan untuk mencatat data filologis dan kodikologis yang diberikan sebuah naskah naskah, sedangkan sisi lainnya dapat dipergunakan untuk mencatat sumber informasi berasal. Selanjutnya kartu katalog tersebut bisa diurutkan berdasarkan urutan abjad dari judul teks yang telah dimiliki.

Prosedur kerja seperti ini tampaknya sedikit ruwet, tapi bila hendak membuat katalog dari sebuah koleksi naskah yang berjumlah ratusan, maka kita tidak punya pilihan lain kecuali mempergunakan cara tersebut. Jika tidak, maka keruwetan pekerjaan akan menunggu di tengah pekerjaan berikutnya.

Singkatan
Dalam menyusun Katalog, saya kelompokkan MIPES berdasarkan lokasi penyimpanan atau koleksi tersebut berasal Keranji (Kr),  Coper (Cpr), Tegalsari (Ts), Langitan (Lang) dan Senori (Snr).

MIPES dikelompokkan dari aksara yang dipergunakan.  Secara Umum terdapat tidak aksara yang dipergunakan untuk menulis MIPES; pertama, aksara Arab (Ar), apabila sebuah masuskrip ditulis maupun disalin dalam aksara Hijaiyah dan bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Arab;  aksara Pegon (Pgn), apabila aksara yang dipergunakan adalah aksara Hijaiyah sedangkan bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Jawa; ketika adalah aksara Jawa (Jw).

Selanjutnya sebuah teks akan diberikan nomer urut registrasi dan urutan teks bila dala sebuah codex terdiri dari lebih satu naskah. Ada beberapa cara dilakukan penyusun katalog dalam memberikan urutan nomer registrasi. Ada yang memberikan nomer urut berdasarkan ukuran sebuah naskah. Dimulai dari naskah berukuran besar hingga naskah yang berukuran kecil. Ada juga yang memulai dari urutan keberadaan sebuah naskah pasa sebuah tempat penyimpanan (repository), dimilai yang paling awal  dimiliki hingga yang paling akhir. Sebagian juga ada yang memberi nomer urut secara acak berdasarkan pada urutan pencatatan. Yang pertama dicatat saat penyusuhan katalog, itulah yang memperoleh urutan pertama kemudian diteruskan ke urutan berikutnya. Katalog MIPES memakai cara ketiga. Sedangkan urutas sebuah teks (judul akan ditulis berdasarkan angka urut dan diletakkan di dalam kurung. Pemakaian angka dan bukan huruf latin untuk menghindari keterbatan huruf latin, bila jumlah naskah yang terdapat dalam sebuah codex tebih banyak ketimbang jumlah huruf latin. Jadi Bila dalam Katalog MIPES terdapat nomer registrasi Lang.Ar05(2) maka itu artinya bahwa naskah tersebut berasal dari dan kini disimpan di Langitan, ditulis dalam aksara Hijaiyah, berbahasa Arab, dicatat urutan ke lima dan berada pada urutan kedua dari
sekumpulan naskah yang terdapat pada codex nomer Lang.Ar05.

Akhirnya Katalog Manuskrip Islam Pesantren akan dimulai dari Koleksi MIPES yang berasal dari Kabupaten Lamongan (Keranji), kemudian kabupaten Ponorogo (Coper dan Tegalsari, dan terakhir Kabupaten Tuban (Langitan dan Senori).

Surabaya, 20 Agustus 2013

Amiq Ahyad

Minggu, 18 Agustus 2013

Katalog Manuskrip Islam Pesantren (2): Data Kodikologis dan Filologis serta Buku Rujukan

Sebelum membeberkan informasi tentang MIPES, sebagai pendahuluan akan disampaikan beberapa informasi yang akan diberikan dalam katalog ini. Paling tidak ada tiga jenis karya akademis yang bisa menjembatani antara peneliti dengan Naskah Klasik pada umumnya, dan tentu saja dengan MIPES pada khususnya: Handlist, Inventory dan Catalogue.. Perbedaan antar ketiga jenis karya akademik tersebut hanya pada tingkat kompleksitas informasi yang disedikan penulisnya tentang manuskrip yang sedang didiskripsikan. Salah satu contoh Handlist yang mendiskripsikan tentang manuskrip beraksara Arab adalah karya P. Voorhoeve yang berjudul Handlist of Arabic Manuscripts in the Library of the University of Leiden and Other Collections in the Netherlands, atau karya Carl Brockelmann yang berjudul Geschichte der Arabischen Literartur yang seringkali disingkat dengan GAL, atau karya Fuat Sezgin yang berjudul Geschichte der Arabischen Schriftums yang seringkali disingkat GAS. Sedangkan contoh karya akademis yang masuk dalam kategori Inventory adalah karya J.J. Witkam yang berjudul Inventory of the Oriental Manuscripts of the Library of the University of Leiden. Adapun karya yang dapat dijadikan contoh dari kategori Catalogue adalah karya Ph. S. van Ronkel yang berjudul Catalogues der Maleische Handschriften in het Museum van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wateschappen. Tentu saja masih banyak lagi contoh dari ketiga jenis karya akademis tersebut. Meskipun ketiga jenis karya akademis tersebut berbeda ada tingkat kompleksitas informasi yang dibeberkan, tetapi ketiganya memiliki tujuan yang sama yaitu menjadi jembatan yang nantinya akan memudahkan para peneliti bila ingin mengakses manuskrip yang akan dikaji. Dengan membaca salah satu dari ketiga jenis karya akademis tersebut maka seorang peneliti akan memperoleh gambaran singkat tentang manuskrip yang akan diteliti.

Secara umum informasi yang tersedia dalam ketiga jenis karya tesebut dapat dibagi menjadi dua kategori: data kodikologis dan data filologis. Data pertama lebih menekankan aspek fisik dan peradaban , sedangkan data kedua lebih menekankan pada aspek isi dan kesusasteraan sebuah manuskrip. Selanjutnya saya akan menjelaskan satu persatu kedua jenis yang disediakan oleh ketiga jenis karya tersebut dan tentu saja juga akan saya beberkan pada terbitan katalog MIPES.  

Data Kodikologis dan Filologis sebuah Manuskrip
Diantara data kodikologis yang akan diberikan pada katalog MIPES dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar; ukuran fisik, proses pembuatan serta sejarah manuskrip. Data seperti, panjang, lebar serta ketebalan fisik manuskrip termasuk di dalam kategori pertama. Selain itu ukuran margin (seperti margin atas, bawah, samping kiri dan samping) juga termasuk di dalam kategori pertama.
Pada kelompok kedua terdapat jenis kertas, huruf dan tulisan yang dipergunakan, jumlah baris pada setiap halaman, catchword (metode yang dipergunakan untuk mengurutkan halaman), warna tinta serta illuminasi yang dipergunakan dalam proses penyalinan atau penulisan sebuah manuskrip. Sedangkan kelompok ketiga meliputi kapan manuskrip disalin (seringkali tanggal akhir penulisan), nama penyalin, penulis dan pemilik serta tempat manuskrip disalin.

Sedangkan data filologis yang akan diberikan adalah judul teks, ringkasan isinya serta, kalimat pertama dan terakhir, serta interaksi yang terjadi antara pembaca naskah sebelumnya dengan naskah yang dimiliki. Interaksi yang dimaksudkan dalam bentuk vokalisasi (harakat), interlinear meaning atau yang dikenal dalam tradisi pesantren dengan istilah jenggotan (bila berada di bawah naskah utama) atau jambulan (bila terletak di atas naskah utama), dan catatan pinggir (marginal notes) atau di kalangan santri di Jawa Tengah disebut godegan.

Dalam memberikan data filologis sebuah naskah, seringkali kita menemui kesulitan. Salah satunya adalah, pada banyak naskah kita tidak menemukan judul dan nama penulis, bahkan tidak jarang naskah yang kita temui tidak dalam kondisi yang lengkap sehingga sebuah naskah diberi judul berdasarkan kalimat pertama yang ditemukan. Untuk kasus ini, kita bisa membaca karya akademis sejenis (handlist, inventory maupun catalogue) untuk memperoleh petunjuk dalam pemberian data filologis dari manuskrip yang kita temukan, dengan membandingkan data filologis naskah kita dengan naskah sejenis. Dalam memberikan data filologis sedapat mungkin kita menghindari interpretasi kita terhadap sebuah naskah. Let the text speak for itself. Tentu saja semakin beragam karya akademis yang kita jadikan rujukan,maka semakin detil data filologis yang bisakita berikan bagi sebuah naskah yang kita temukan. Membaca karya sejenis juga akan menghindari aggapan yang teralu dini bahwa naskah yang kita temukan merukan codecus uniqus atau naskah tunggal yang tidak ditemukan di belahan dunia manapun, hanya karena kita tidak mampu memberikan data filologis yang mencukupi.

Pada bagian berikutnya akan saya cantumkan beberapa rujukan yang telah saya pergunakan dalam menyusun Katalog Manuskrip Pesantren.

Buku Rujukan.

1. Katalog Naskah Ali Hasjmy, Aceh, 2007. Untuk terbitan ini, pada bagian berikunya akan saya singkat dengan Ali Hasjmy.
2. Verzeichniss der Arabischen Handscriften der Könighlichen Bibliothek zu Berlin. Berlin: A. W. Schade’s Buchdrukkerei, 1887-1899. Untuk terbitan ini pada bagian berikutnya akan saya singkat hanya dengan Ahlwardt.
3. L. W. C. van den Berg, Het Mohammedaansche Godsdienstonderwijs op Java en Madoera en Gebruikte Arabische Boeken,” in TBG, XXXI (1887), pp. 519-555. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut van den Berg.
4. Ph. S. van Ronkel, Catalogues der Maleische Handschriften in Het Museum van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia: Albrecht & Co, 1909. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut CMH.
5. Handlist of Arabic Manuscripts in the Library of the University of Leiden and Other Collections in the Netherlands, second enlarged  edition, compiled by Voorhoeve. The Hague/ Boston/ London: Leiden University Press, 1980. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut Handlist                       
6. Carl Brockelmann, Geschichte der Arabischen Litteratur. Leiden:  E.J. Brill, 1937-1949. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut GAL.
7. Geschichte der Arabischen Litteratur, Supplement. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut GAL.S.
8. J.J. Witkam, Inventory of The Oriental Manuscripts of the Library of the University of Leiden. Leiden: Ter Lugt Press, 2007, volumes 1-7, 12-15, 20-25. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut Inventory.
9. Amiq, MIPES Indonesia, Koleksi Manuskrip Islam Pesantren di Tiga Kota dan Reproduksi Digital, Laporan Penelitian tidak diterbitkan, Surabaya: LPAM Surabaya, 2006-2007. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut MIPES.
10. Fuat Sezgin, Geschichte des Arabischen Schrifttums, Frankfurt am Main: Institut für Geschichte der Arabisch-Islamischen Wissenschaften an der Johann Wolfgang Goethe Universität, 1895. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut GAS.
11. Katalog Naskah-Naskah Puri Pakualaman, 2005. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut Paku Alaman.
12. Ph. S. van Ronkel, Supplement to the Catalogue of the Arabic Manuscripts Preserved in the Museum of Batavia Society of Arts and Science. Batavia: Albrecht & Co, 1913. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut Supp. Cat. Batavia.
13. Katalog Naskah Dayah Tanoh Abee, Aceh Besar, 2010. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut Tanoh Abee.
14. Soebardi, “Santri-religious elements as reflected in the Book Tjentini” dalam BKI, 127 (1971), no. 3, Leiden, hal. 331-349. Untuk terbitan ini selanjutnya hanya disebut Tjentini.

Kita patut bersyukur bahwa sebagian buku yang saya pergunakan untuk menyusun Katalog Manuskrip Islam Pesantren tersedia dalam versi elektronik (e-book) dengan ekstensi pdf. Edisi elektronik buku yang saya jarikan rujukan bisa diakses di website milik Prof. Jan. Just Witkam dengan alamat www.islamicmanuscripts.info.

Surabaya, 19 Agustus 2013

Amiq Ahyad