Pendahuluan
Setelah sekian lama
tertunda, akhirnya koleksi Manuskrip Islam Pesantren di Jawa Timur harus
diterbitkan. Pengertian diterbitkan disini tentu saja tidak harus dalam bentuk
buku, untuk sementara baru berupa postingan di dua media social yang saya
akrabi, Facebook dan blog yang saya miliki yaitu Manuskrip Islam Pesantren. Paling
tidak saya memiliki tiga tujuan publikasi ini: Pertama, sebagai ucapan terima
kasih saya kepada pemilik koleksi Manuskrip Islam Pesantren yang telah bermurah
hati mengizinkan saya untuk mengakses warisan Intelektual yang hingga saat ini
masih mereka rawat dengan baik; kedua, sebagai pertanggung jawaban akademis
saya selaku peminat studi naskah Islam, terutama Manuskrip Islam Pesantren;
ketiga sebagai jembatan bagi para peminat studi Manuskrip Islam yang ingin mengkaji
warisan intelektual dunia pesantren.
Tugas seorang kodikolog
dan Filolog, profesi yang sedang saya tekuni saat ini adalah menghadirkan
khazanah lama kepada dunia luar, agar khazanah intelektual lama bisa diketahui
oleh generasi setelahnya. Dengan demikian, sebuah katalog merupakan kerja
kolaboratif antara pemilik naskah yang membuka akses dan seorang kodikolog dan
filolog yang membangun jembatan. Tidak ada yang lebih dominant diantara
keduanya. Tanpa akses yang diberikan pemilik naskah, kerja seorang kodikolog
dan filolog hanya akan menhadirkan sebuah pepesan kosong. Sedangkan tanpa kerja
seorang kodikolog dan filolog, maka warisan intelektual yang dimikili pemilik
koleksi hanyalah akan menjadi tumpukan buku antic yang tidak memiliki konteks
budaya dan sejarah.
Akses terhadap Manuskrip
yang berumur lebih dari dua ratus tahun memang memiliki dua konsekwensi yang
saling bertentangan. Konsekwensi pertama, berkaitan dengan kondisi fisik
manuskrip yang rapuh. Semakin sering dibuka, maka warisan lama akan semakin
cepat rusak, sebab seringkali manuskrip yang tersisa memiliki bahan yang rapuh
para umur setua itu. Maka bila dibuka sama saja dengan merusaknya. Konsekwensi
kedua, apa bila kita melarang orang lain, seperti peneliti untuk mengakses
manuskrip hanya karena alasan di atas maka sama dengan mengubur peradaban lama
untuk diapresiasi dan sama dengan menghilangkan warisan lama yang pernah ada (kitmān al-‘ilm)
yang amat dicela oleh kanjeng Nabi Muhammad.
Salah satu solusi yang
bisa dilakukan terhadap duua konsekwesi yang saling bertentangan tersebut
adalah dengan melestarikan teks (isi manuskrip) dengan melakukan digitalisasi. Ada
tiga cara lain sebenarnya untuk melestarikan isi manuskrip. Yang pertama dengan
menulis ulang isi manuskrip yang ada. Cara ini penuh resiko, sebab selain kita
akan kehilangan historisitas naskah, setiap penyalinan selalu sja terjadi
kesalahan dan perbedaan antara naskah salinan dengan naskah yang disalin. Oleh
sebab itu saya tidak merekomendasikan cara pertama. Kedua, dengan memfoto kopi
naskah ini. Saya tidak akan pernah merekomendasikan cara ini untuk mereproduksi isi
sebuah naskah. Radiasi panas yang ditimbulkan oleh mesin foto kopi akan
mempercepat kerusakan fisik sebuah naskah. Yang ketiga adalah melakukan penyelamatan isi
naskah dengan mereproduksinya dalam bentuk microfilm. Pembuatan micro film,
dengan kualitas yang bagus, untuk sekarang ini masih merupakan kegiatan yang
membutuhkan dana besar (highly cost activity) sehinga hanya lembaga
besar yang mampu melakukan pekerjaan ini. Selain itu, membaca keluaran (output)
kegiatan ini membutuhkan alat microfilm reader, yang tidak portable, sehingga microfilm
tidak bisa dibaca disemua tempat. Sebagai sebuah kegiatan penyelamatan isi
naskah, saya tidak akan merekomendasikan sebagai aktifitas personal, kecuali
bila kegiatan ini dilakukan oleh lembaga besar seperti perpustakaan
universitas, daerah maupun nasional.
Terdapat cara lain untuk menyelamatkan isi naskah dengan biaya terjangkau
dan hasilnya juga bisa dibaca oleh semua orang dan di semua tempat. Cara yang
saya maksudkan adalah dengan melakukan digitalisasi manuskrip dengan
mempergunakan kamera digital. Output dari aktifitas ini disebut digital
faksimail dengan berbagai ekstensi file digital yang diinginkan seperti TIFF,
JPG atau RAW atau ekstensi yang lainnya. Lembaga Pengkajian Agama dan
Masyarakat (LPAM Surabaya) sudah memulai mendigitalkan beberapa koleksi MIES dan
terus akan melakukannya dimasa mendatang. Hasil yang pernah dilakukan oleh LPAM
Surabaya ini lah yang akan saya terbitkan dan bentuk seri catatan di kedua
jenis media sosial yang saya kelola.
Terma
Sebelum menghadirkan Katalog Manuskrip Islam Pesantren (MIPES) saya perlu
menjelaskan terma yang akan sering saya pergunakan dan kemudian saya singkat
dengan MIPES. Berdasarkan isi sebuah naskah kuno bisa dikategorikan kedalam
Manuskrip Keagaman, di samping kategori yang lain. Apabila sebuah naskah berisi
ajaran keagamaan Islam, maka manuskrip tersebut disebut sebagai manuskrip
Islam. Manuskrip Islam Pesantren (MIPES) merupakan subkategori masuskrip
keagamaan Islam.
Saya berpendapat bahwa sebuah Manuskrip disebut sebagai Manuskrip Islam
Pesantren bila: pertama apabila isi naskah tersebut adalah ajaran keagamaan
Islam; kedua, naskah tersebut ditulis atau disalin oleh orang Islam; ketiga
naskah tersebut ditulis atau disalin untuk mempelajari agama Islam. Artinya
fungsi sosial MIPES jelas yaitu sebagai materi ajar pada sebuah lembaga
pendidikan. Kalau berdasarkan fungsi sebuah naskah, manuskrip bisa dibagi
menjadi dua: library book (naskah yang ditulis untuk dikoleksi saja);
dan school book (naskah yang disalin untuk dibaca dan sebagai materi
ajar), maka MIPES adalah salah satu contoh yang jelas dari school book. Keempat,
koleksi manuskrip tersebut kini tersimpan di lingkungan pesantren. Apabila
keempat ciri tersebut tidak melekat pada sebuah manuskrip, maka sebuah naskah
hanya akan disebut sebagai manuskrip keagamaan Islam, atau hanya manuskrip
keagamaan saja.
Asal Koleksi
MIPES yang akan saya publikasikan di kedua media sosial secara serial
berasal beberapa lembaga pendidikan di tiga kabupaten di propinsi Jawa Timur. Di
kabupaten Lamongan, MIPES masih tersimpan di Pondok Pesantren Tarbiyat al-Ṭalaba Keranji, beberapa koleksi pribadi disekitar desa
Keranji. Di kabupaten Ponorogo terdapat dua lembaga pendidikan yang masih
menyimpan MIPES: Pesantren Tegalsari, Jetis Ponorogi dan Pesantren Al-Ishaqi di
desa Coper, Melarak Ponorogo. Sedangkan di Kabupaten Tuban, MIPES masih bisaa
dijumpai di dua lembaga utama, Pesantren Langitan, Widang Tuban dan Pesantren
Dar al-Salam Senori Tuban.
LPAM Surabaya
telah berhasil membuat keseluruhan koleksi di lembaga pendidikan tersebut dalam
bentuk digital faksimail. Keseluruhan digital faksimail telah tesimpan di
masing masing lembaga tersebut dimana koleksi MIPES secara fisik berasal.Terdapat
lebih dari empat ratus judul (teks) yang telah saya digitalkan dan kini
disimpan dengan aman di sekretariat LPAM Surabaya yang akan saya publikasikan
secara berkala, satu persatu mulai minggu depan.
Selamat membaca,
semoga bermanfaat.
Surabaya, 18
Agustus 2013
Amiq Ahyad
SALAM, APA KABAR ? Alhamdulillah saya telah mengunjungi Blog Anda, intinya thema dan uraian materinya sangat bagus. Nah, tidak ada salahnya jika tulisan-tulisan Anda juga untuk dituangkan dalam Jurnal Ilmiyah, dengan beberapa alasan. SUATU HAL YANG SULIT DIPUNGKIRI DENGAN LUASNYA WILAYAH NKRI + ASEAN SANGAT MUNGKIN DATA SEJARAH TERKAIT KEBERADAAN :
BalasHapusPERAN AKTIF TOKOH/TEUNGKU/TUAN GURU/ AJEUNGAN
LEMBAGA PENDIDIKAN (Mis. PESANTREN, DAYAH, SURAU, MADRASAH)
KESULTANAN
MASJID
KEMARITIMAN (Jaringan Sungai, Pelabuhan, dsb)
MAKAM
ISTANA
NASKAH/MANUSKRIP
TATARUANG KOTA
KERAJINAN (gerabah, batik, Kaligrafi, seni pentas, senjata, logam, keramik, dll)
Masing-masing tersebut di atas BELUM BANYAK TERUNGKAP. (Pilih salah satu saja)
Jurnal Ilmiyah KALIJAGA dengan izin terbit ISSN no.2302-6758, (focus Sejarah Kebudayaan & Peradaban Islam di Asia Tenggara) selalu setia menunggu Makalah dan/ atau hasil penelitian dari para PEMERHATI, PENELITI, DOSEN, GURU Pengampu materi SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM. Andai sudah ditulis tolong kirim via email : jurnalkalijaga@ymail.com.
Untuk membangun kebersamaan, tolong disampaikan kpd segenap teman yang lain. Jazakumullah kheir khoiral jaza’. Khirrij ma'had, 1973.Tks