Membaca, menyalin tidak hanya membutuhkan pengetahuan kebahasaan saja, tapi juga membutuhkan ilmu seperti geografi, sejarah, dan budaya setempat. Kesalahan dalam proses penyalinan seringkali disebabkan oleh hal ini. Sebagai contoh, saat menerbitkan (menyalin naskah dari edisi manuskrip menjadi edisi cetak) karya KH. Hashim Ash'ari yang berjudul "Al-Jasus fi Bayan Hukm al-Naqus" menulis kata "mujawizina" tanpa harakat dengan huruf "mim-jim-alif-waw-za'-na" ternyata bukan za' tetapi ra karena ketambahan titik. sehingga dibaca "Mujawirina" atau "Mojowarno" sebuah desa dekat Jombang, dimana Rumah Sakit tempat KH. Hashim Ash'ari pernah dirawat saat sakit.
Gambar yang ada disamping adalah halaman pertama dari buku Al-Jasus Fi Bayan Hukm al-Naqus. Buku ini disalin dari manuskrip yang disunting oleh Gus Ishom Hadzik dari manuskrip yang ditulis oleh Kyai Hashim. Saya sendiri memiliki salinan manuskripnya pada saat melakukan pennelusuran khazanah pesantren di pondok pesantren Langitan Tuban. Manuskrip salinan masih tersimpan di pondok Langitan sedangkan format digitalnya (digital faksimail) menjadi koleksi Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat, LPAM Surabaya.
Perhatikan kesalahan dalam penyalinan yang terdapat pada baris ke-8 dari atas, seharusnya, mim-jim-alif-waw-ra-nun-alif tapi terlulis mim-jim-alif-waw-za-nun-alif. yang merupakan nama desa Mojowarno yang terletak tidak jauh dari Jombang, tempat rumah sakit dimana Kyai Hashim dirawat saat sakit dan melihat fenomena yang menjadi asbab al-wurud haramnya hukum memukul kentongan sebagai tanda masuk waktu salat.
Surabaya, 14 Mei 2013
salam,
Amiq Ahyad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar