Sabtu, 17 Agustus 2013

Katalog Manuskrip Islam Pesantren

Pendahuluan
Setelah sekian lama tertunda, akhirnya koleksi Manuskrip Islam Pesantren di Jawa Timur harus diterbitkan. Pengertian diterbitkan disini tentu saja tidak harus dalam bentuk buku, untuk sementara baru berupa postingan di dua media social yang saya akrabi, Facebook dan blog yang saya miliki yaitu Manuskrip Islam Pesantren. Paling tidak saya memiliki tiga tujuan publikasi ini: Pertama, sebagai ucapan terima kasih saya kepada pemilik koleksi Manuskrip Islam Pesantren yang telah bermurah hati mengizinkan saya untuk mengakses warisan Intelektual yang hingga saat ini masih mereka rawat dengan baik; kedua, sebagai pertanggung jawaban akademis saya selaku peminat studi naskah Islam, terutama Manuskrip Islam Pesantren; ketiga sebagai jembatan bagi para peminat studi Manuskrip Islam yang ingin mengkaji warisan intelektual dunia pesantren.

Tugas seorang kodikolog dan Filolog, profesi yang sedang saya tekuni saat ini adalah menghadirkan khazanah lama kepada dunia luar, agar khazanah intelektual lama bisa diketahui oleh generasi setelahnya. Dengan demikian, sebuah katalog merupakan kerja kolaboratif antara pemilik naskah yang membuka akses dan seorang kodikolog dan filolog yang membangun jembatan. Tidak ada yang lebih dominant diantara keduanya. Tanpa akses yang diberikan pemilik naskah, kerja seorang kodikolog dan filolog hanya akan menhadirkan sebuah pepesan kosong. Sedangkan tanpa kerja seorang kodikolog dan filolog, maka warisan intelektual yang dimikili pemilik koleksi hanyalah akan menjadi tumpukan buku antic yang tidak memiliki konteks budaya dan sejarah.

Akses terhadap Manuskrip yang berumur lebih dari dua ratus tahun memang memiliki dua konsekwensi yang saling bertentangan. Konsekwensi pertama, berkaitan dengan kondisi fisik manuskrip yang rapuh. Semakin sering dibuka, maka warisan lama akan semakin cepat rusak, sebab seringkali manuskrip yang tersisa memiliki bahan yang rapuh para umur setua itu. Maka bila dibuka sama saja dengan merusaknya. Konsekwensi kedua, apa bila kita melarang orang lain, seperti peneliti untuk mengakses manuskrip hanya karena alasan di atas maka sama dengan mengubur peradaban lama untuk diapresiasi dan sama dengan menghilangkan warisan lama yang pernah ada (kitmān al-‘ilm) yang amat dicela oleh kanjeng Nabi Muhammad.

Salah satu solusi yang bisa dilakukan terhadap duua konsekwesi yang saling bertentangan tersebut adalah dengan melestarikan teks (isi manuskrip) dengan melakukan digitalisasi. Ada tiga cara lain sebenarnya untuk melestarikan isi manuskrip. Yang pertama dengan menulis ulang isi manuskrip yang ada. Cara ini penuh resiko, sebab selain kita akan kehilangan historisitas naskah, setiap penyalinan selalu sja terjadi kesalahan dan perbedaan antara naskah salinan dengan naskah yang disalin. Oleh sebab itu saya tidak merekomendasikan cara pertama. Kedua, dengan memfoto kopi naskah ini. Saya tidak akan pernah merekomendasikan cara ini untuk mereproduksi isi sebuah naskah. Radiasi panas yang ditimbulkan oleh mesin foto kopi akan mempercepat kerusakan fisik sebuah naskah.  Yang ketiga adalah melakukan penyelamatan isi naskah dengan mereproduksinya dalam bentuk microfilm. Pembuatan micro film, dengan kualitas yang bagus, untuk sekarang ini masih merupakan kegiatan yang membutuhkan dana besar (highly cost activity) sehinga hanya lembaga besar yang mampu melakukan pekerjaan ini. Selain itu, membaca keluaran (output) kegiatan ini membutuhkan alat microfilm reader, yang tidak portable, sehingga microfilm tidak bisa dibaca disemua tempat. Sebagai sebuah kegiatan penyelamatan isi naskah, saya tidak akan merekomendasikan sebagai aktifitas personal, kecuali bila kegiatan ini dilakukan oleh lembaga besar seperti perpustakaan universitas,  daerah maupun nasional.

Terdapat cara lain untuk menyelamatkan isi naskah dengan biaya terjangkau dan hasilnya juga bisa dibaca oleh semua orang dan di semua tempat. Cara yang saya maksudkan adalah dengan melakukan digitalisasi manuskrip dengan mempergunakan kamera digital. Output dari aktifitas ini disebut digital faksimail dengan berbagai ekstensi file digital yang diinginkan seperti TIFF, JPG atau RAW atau ekstensi yang lainnya. Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat (LPAM Surabaya) sudah memulai mendigitalkan beberapa koleksi MIES dan terus akan melakukannya dimasa mendatang. Hasil yang pernah dilakukan oleh LPAM Surabaya ini lah yang akan saya terbitkan dan bentuk seri catatan di kedua jenis media sosial yang saya kelola.

Terma
Sebelum menghadirkan Katalog Manuskrip Islam Pesantren (MIPES) saya perlu menjelaskan terma yang akan sering saya pergunakan dan kemudian saya singkat dengan MIPES. Berdasarkan isi sebuah naskah kuno bisa dikategorikan kedalam Manuskrip Keagaman, di samping kategori yang lain. Apabila sebuah naskah berisi ajaran keagamaan Islam, maka manuskrip tersebut disebut sebagai manuskrip Islam. Manuskrip Islam Pesantren (MIPES) merupakan subkategori masuskrip keagamaan Islam.

Saya berpendapat bahwa sebuah Manuskrip disebut sebagai Manuskrip Islam Pesantren bila: pertama apabila isi naskah tersebut adalah ajaran keagamaan Islam; kedua, naskah tersebut ditulis atau disalin oleh orang Islam; ketiga naskah tersebut ditulis atau disalin untuk mempelajari agama Islam. Artinya fungsi sosial MIPES jelas yaitu sebagai materi ajar pada sebuah lembaga pendidikan. Kalau berdasarkan fungsi sebuah naskah, manuskrip bisa dibagi menjadi dua: library book (naskah yang ditulis untuk dikoleksi saja); dan school book (naskah yang disalin untuk dibaca dan sebagai materi ajar), maka MIPES adalah salah satu contoh yang jelas dari school book. Keempat, koleksi manuskrip tersebut kini tersimpan di lingkungan pesantren. Apabila keempat ciri tersebut tidak melekat pada sebuah manuskrip, maka sebuah naskah hanya akan disebut sebagai manuskrip keagamaan Islam, atau hanya manuskrip keagamaan saja.

Asal Koleksi  
MIPES yang akan saya publikasikan di kedua media sosial secara serial berasal beberapa lembaga pendidikan di tiga kabupaten di propinsi Jawa Timur. Di kabupaten Lamongan, MIPES masih tersimpan di Pondok Pesantren Tarbiyat al-Ṭalaba Keranji, beberapa koleksi pribadi disekitar desa Keranji. Di kabupaten Ponorogo terdapat dua lembaga pendidikan yang masih menyimpan MIPES: Pesantren Tegalsari, Jetis Ponorogi dan Pesantren Al-Ishaqi di desa Coper, Melarak Ponorogo. Sedangkan di Kabupaten Tuban, MIPES masih bisaa dijumpai di dua lembaga utama, Pesantren Langitan, Widang Tuban dan Pesantren Dar al-Salam Senori Tuban.

LPAM Surabaya telah berhasil membuat keseluruhan koleksi di lembaga pendidikan tersebut dalam bentuk digital faksimail. Keseluruhan digital faksimail telah tesimpan di masing masing lembaga tersebut dimana koleksi MIPES secara fisik berasal.Terdapat lebih dari empat ratus judul (teks) yang telah saya digitalkan dan kini disimpan dengan aman di sekretariat LPAM Surabaya yang akan saya publikasikan secara berkala, satu persatu mulai minggu depan.

Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Surabaya, 18 Agustus 2013

Amiq Ahyad

1 komentar:

  1. SALAM, APA KABAR ? Alhamdulillah saya telah mengunjungi Blog Anda, intinya thema dan uraian materinya sangat bagus. Nah, tidak ada salahnya jika tulisan-tulisan Anda juga untuk dituangkan dalam Jurnal Ilmiyah, dengan beberapa alasan. SUATU HAL YANG SULIT DIPUNGKIRI DENGAN LUASNYA WILAYAH NKRI + ASEAN SANGAT MUNGKIN DATA SEJARAH TERKAIT KEBERADAAN :
    PERAN AKTIF TOKOH/TEUNGKU/TUAN GURU/ AJEUNGAN
    LEMBAGA PENDIDIKAN (Mis. PESANTREN, DAYAH, SURAU, MADRASAH)
    KESULTANAN
    MASJID
    KEMARITIMAN (Jaringan Sungai, Pelabuhan, dsb)
    MAKAM
    ISTANA
    NASKAH/MANUSKRIP
    TATARUANG KOTA
    KERAJINAN (gerabah, batik, Kaligrafi, seni pentas, senjata, logam, keramik, dll)
    Masing-masing tersebut di atas BELUM BANYAK TERUNGKAP. (Pilih salah satu saja)
    Jurnal Ilmiyah KALIJAGA dengan izin terbit ISSN no.2302-6758, (focus Sejarah Kebudayaan & Peradaban Islam di Asia Tenggara) selalu setia menunggu Makalah dan/ atau hasil penelitian dari para PEMERHATI, PENELITI, DOSEN, GURU Pengampu materi SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM. Andai sudah ditulis tolong kirim via email : jurnalkalijaga@ymail.com.
    Untuk membangun kebersamaan, tolong disampaikan kpd segenap teman yang lain. Jazakumullah kheir khoiral jaza’. Khirrij ma'had, 1973.Tks

    BalasHapus