Rabu, 08 Mei 2013

Manuskrip Islam Pesantren: Sebuah Peradaban yang terabaikan

Ada dua atribute atau na't atau kata sifat yang menempel pada manuskrip yang akan menjadi kajian blog ini, yaitu Islam dan Pesantren ini juga yang membedakan Manuskrip Islam Pesantren (MIPES) dengan manuskrip keagamaan Islam lainnya yang kini tersimpan di banyak kolektor, museum maupun perpustakaan di banyak kota di Indonesia.

Atribut pertama adalah Islam. Mengapa harus Islam dan bukan lainnya? Ada empat alasan sebuah manuskrip dianggap sebagai Manuskrip Islam.
Pertama. manuskrip tersebut ditulis atau disalin oleh seorang muslim.
Kedua, manuskrip tersebut berisi tentang ajaran keagamaan Islam.
Ketiga, pada saat manuskrip itu ditulis maupun disalin dibaca oleh orang Islam.
Ketiga, manuskrip tersebut ditulis maupun disalin untuk tujuan yang jelas, yaitu untuk mempelajari agama Islam.

Atribut kedua adalah Pesantren. Meskipun kata "pesantren" merupakan kata benda, tapi kata tersebut saya anggap sebagai sebuah konsep peradaban. Manuskrip ini adalah produk panjang dari dinamika intelektual di lingkungan pesantren dan pada perkembangan berikutnya mewarnai intelektualitas dunia pesantren. Terdapat dua alasan mengapa saya memberi atribut pesantren pada sebuah manuskrip.
Pertama, manuskrip tersebut di tulis di pesantren.
Kedua, manuskrip tersebut kini disimpan di pondok pesantren.

Tentu saja tidak semua manuskrip yang ditemukan di lingkungan pondok pesantren bisa dianggap sebagai manuskrip. Tetapi ada tiga aspek yang menguatkan dugaan kita bahwa naskah tersebut adalah benar Manuskrip Islam Pesantren. Yang saya maksud dengan tiga elemen adalah
1. Vokalisasi atau harakat.
2. Interlinear Meaning atau makna jenggotan
3. Catatan Pinggir (Marginal Notes)

Dri ketiga elemen itulah sebuah manuskrip berbicara dengan bahasanya sendiri bahwa dia diproduksi oleh kebudayaan pesantren dan menjadi bukti primer yang otentik bahwa pesantren sebagai subkultur pernah membentuk peradaban yang unik dan seringkali kita abaikan atau kita pandang dengan sebelah mata.
Salam,
Amiq Ahyad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar